Oleh: Achmad Firdaus H.
Mahasiswa Doktor bidang hubungan internasional asal Universitas Persahabatan Rakyat Rusia
9 Mei 2025 akan menjadi momen penting untuk menghormati 80 tahun berlalu semenjak Uni Soviet berhasil mengalahkan kekuatan Nazi Jerman pada Perang Dunia II. Di mata Rusia, hal tersebut tidak hanya merupakan sebuah peristiwa yang diperingati tetapi juga suatu lambang tahanan bangsa, pengorbanan rakyatnya serta penanda tak terhapus tentang ancaman fasis. Meski begitu, sementara seluruh negara sedang menyemarakkan hari pesta besar-besaran itu, penduduk lokal disarankan untuk mempertanyakan secara mendalam arti nyata dari “Hari Kemenangan” ini, apakah sebagai bagian integral dari catatan sejarah atau refleksi situasi politik global masa kini.
Sebenarnya, tak ada negara yang merasakan dampak lebih dahsyat dibandingkan Uni Soviet selama Perang Dunia II. Hampir 27 juta penduduknya meninggal dunia. Kota-kota seperti Stalingrad (kini bernama Volgograd) pun rusak parah, serta generasi muda mereka menjadi korban untuk menahan kemajuan tentara Jerman Hitler yang nyaris menguasai Eropa bagian timur. Keberhasilan mereka pada Front Timur merupakan momen penting yang melemahkan kekuatan Nazi; tanpa perjuangan gigih Tentera Merah, skenario sejarah Eropa barangkali bakal benar-benar lain.
Tetapi, “bisakah kita yakin bahwa dunia sungguh-sungguh menghargai pengorbanan tersebut?”
Di bagian Barat, cerita tentang Perang Dunia II biasanya menekankan pada operasi D-Day atau penyerbuan Normandia ke Prancis tahun 1944, sedangkan kontribusi Uni Soviet cenderung dilupakan. Faktanya, 80% dari tentara Jerman justru tewas di Depan Timur. Setiap tahunnya, hari kemenangan ini dirayakan oleh masyarakat Rusia sebagai sebuah pengingat bahwa mengalahkan fasis merupakan usaha bersama banyak negara, kendati demikian, catatan sejarah umumnya ditulis oleh mereka yang berhasil memenangi peperangan tersebut.
Saat ini di Rusia, Hari Kemenangan tidak hanya berfokus pada penghormatan terhadap sejarah lampau, namun juga merupakan “senjata legitimasi politik” yang digunakan oleh presiden pertama Rusia Boris Yeltsin sampai pemerintahan Putin dengan menyampaikan pesan tersebut sebagai kemenangan atas fasis. Parad parade militer besar-besaran serta retorika menentang neo-Nazis telah menjadi elemen dalam jati diri nasional Rusia kontemporer.
Fasisme benar-benar dikalahkan pada tahun 1945, namun nasionalisme ekstrem, propaganda kebencian, serta perang agresif kini masih bertahan. Sudah delapan puluh tahun berjalan, tapi makna dari hari kemenangan tersebut tetap aktual: “Никто не забыт, ничто не забыто” (Tiada yang terlupa, tiada pula yang hilang). Akan tetapi, hal utama yang harus ditekankan adalah agar tak ada pengulangan lagi.
Semoga Pemerintah Indonesia menarik hikmah penting pada perayaan 9 Mei ini sambil mengenang jasa-jasa para pahlawannya yang telah memperjuangkan kemerdekaan negara mereka di tahun serupa yaitu 1945.
Harapannya agar pemerintah Indonesia dapat memandang kembali interpretasi sejarah dan membentuk sebuah identitas nasional yang kokoh. Ini bukan sekadar upacara rutin pada tanggal 17 Agustus, namun juga harus menjadi pengingat bagi kita semua untuk senantiasa mengekalkan kedamaian serta menghargai setiap jiwa yang telah meraung demi merdekaasinya negeri seperti hari ini.
Leave a Reply