ESDM Luncurkan Rencana PLN 2025-2034: Target EBT Naik Drastis hingga 76%

ESDM Luncurkan Rencana PLN 2025-2034: Target EBT Naik Drastis hingga 76%



Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) secara resmi merilis Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) milik PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) untuk periode tahun 2025 hingga 2034 di Jakarta pada hari Senin tanggal 26 Mei. Dokumen tersebut menekankan bahwa RUPTL PLN yang baru ini akan berperan sebagai landasan kunci bagi Indonesia guna mewujudkan komitmen terkait emisi nol bersihnya pada tahun 2060.

Komitmennya tentang transisi energi di Paris Agreement sekarang bukan lagi sebagai tanggung jawab kolektif, dan ada beberapa negara yang mundur dari janji mereka. Namun, kami tetap perlu melanjutkan hal ini sesuai kapabilitas serta mengakomodasi ketersediaan sumber daya dan aspek ekonomisnya,” jelas Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, saat memberikan keterangan pada wartawan.

Secara umum, pemerintah bertujuan untuk meningkatkan kapasitas pembangkit listrik menjadi 69,5 GW sampai tahun 2034. Di antara jumlah tersebut, kira-kira 76% kapasitas akan diperoleh dari sumber Energi Baru Terbarukan (EBT), serta sistem penyimpanan daya seperti baterai dan cara terbalik pengisian waduk.

Tipe sumber daya energi terbarukan yang direncanakan untuk dikembangkan meliputi tenaga surya sebesar 17,1 GW, tenaga angin senilai 7,2 GW, panas bumi mencapai 5,2 GW, hidro dengan kapasitas 11,7 GW, serta bioenergi sebanyak 0,9 GW. Tambahan lagi, jenis energi alternatif seperti nuklir mulai dipromosikan lewat konstruksi dua buah reaktor mini di Sumatra dan Kalimantan, setiap memiliki kemampuan produksi hingga 250 MW.

Agar dapat memperkuat pendistribusian dan ketahanan sistem, penguatan pada infrastruktur listrik pun dilakukan. Pemerintah bertujuan untuk mengembangkan jaringan transmisi senilai kurang lebih 48.000 kilometer sirkuit (ks) serta substation dengan kapasitas keseluruhan mencapai 108.000 MVA, yang nantinya akan tersebar di berbagai wilayah Indonesia — mulai dari Sumatera sampai Papua.

“Seluruh desain ini, jika sistem kelistrikannya telah siap, maka tak akan ada lagi kendala dalam mengembangkan pembangkit listrik untuk sumber daya energi baru dan terbarukan tersebut. Sebelumnya, setiap kali kita membangun satu proyek, seringkali tanpa adanya infrastruktur jaringan pendukung, sehingga PLN merugi hingga 80% dari biaya ‘take or pay’. Untuk itu, kami mendukung sepenuhnya upaya penyiapan jaringan,” jelaskan Bahlil.

Dalam konteks investasi, Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) milik PLN menawarkan kesempatan bernilai Rp2.967,4 triliun. Dana ini bakal dialokasikan untuk membangun pembangkit tenaga listrik, sistem transmisi, distribusi, serta proyek elektrifikasi pedesaan. Yang mencolok adalah bahwa kurang lebih 73% dari seluruh kapasitas pembangkit diusulkan dibentuk melalui kerjasama dengan perusahaan non-pemerintah atau Independent Power Producer (IPP). Bagian tersisa akan ditangani langsung oleh grup PT PLN.

Penerapan program peningkatan pasokan daya listrik melalui sumber terbarukan diprediksi bakal memiliki efek menguntungkan pada ekonomi negara tersebut, antara lain dengan membentuk lebih dari 1,7 juta pekerjaan baru. Kesempatan ini dapat diamati dalam seluruh fase projek, mulai dari pembangunan skema awal, proses konstruksi, sampai ke pengelolaannya nanti, serta juga menyertakan industri-manufacture sebagai dukungan tambahan. Tenaga kerja dibutuhkan secara signifikan oleh bidang Energi Baru dan Terbarukan untuk mendongkrak jumlah lowongan kerja sesuai dengan tujuan transisi menuju model produksi energi hijau.

Bahlil menggariskan bahwa Rencana Usaha Penyedia Tenaga Listrik Lestari (RUPTL) PLN tahun 2025-2034 sangat peduli terhadap wilayah-wilayah tertinggal, terdepan, serta terluar (3T). Dengan menggunakan Program Lisdes atau Pembangkit Listrik Desa, pemerintah bertujuan mencapai electrification bagi 5.758 desa yang masih tanpa aliran listrik hingga saat itu, melalui pengembangan fasilitas pembangkit daya berdaya 394 MW dan koneksi ke kurang lebih 780 ribu kepala keluarga. Tujuan dari program tersebut adalah agar semua penduduk, bahkan mereka yang tinggal jauh di pedalaman, dapat merasakan manfaat adanya pasokan energi listrik 24/7 secara menyeluruh.

Menurut saya, energi tidak hanya masalah kebutuhan tetapi juga wujud dari distribusi dan kesetaraan yang perlu kami terapkan dari Aceh hingga Papua. Petunjuk Pak Presiden Prabowo Subianto adalah untuk memasang listrik di setiap desa yang belum memiliki fasilitas tersebut dengan cepat. Oleh karena itu, kami berencana melaksanakan hal ini hingga tahun 2029 dan dimulai secara bertahap sejak saat ini, tambah Bahlil.

Tayangan awalnya yang dikeluarkan oleh pemerintah ini telah menerima perhatian luas dari banyak kelompok. Banyak komentar dan tanggapan hadir setelah dirilisnya Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik Untuk Perusahaan Listrik Negara (RUPTL PLN). Tata Mustasya, direktor eksekutif dari yayasan SUSTAIN atau Indonesian Sustainable Welfare Foundation, memberikan kritikan bahwa proporsionalitas besar terhadap sumber tenaga listrik fosil dalam dokumen tersebut menyatakan bahwasanya agenda penyuluhan energi nasional belum sesuai dengan tujuan negara yaitu mengakhiri operasi pembangkit berbasis batubara hingga tahun 2040 seperti yang sudah ditetapkan sewaktu Konferensi Tingkat Puncak Grup Dua Puluh Besar (KTT G20) di Brazil.

” Ini menciptakan ketidaktentuan untuk masyarakat umum, institusi finansial, serta sektor swasta yang berencana bermigrasi ke sumber daya energi terbarukan. Mengingat RUPTL semacam itu, sulit dipercaya bahwa janji Indonesia mengakhiri ketergantungannya pada pembangkit listrik tenaga fosil pada tahun 2040 dapat direalisasikan,” katanya.

Mengacu pada pendapat Tata, walaupun bagian dari energi terbarukan yang disebutkan dalam RUPTL baru mencapai sebesar 76%, komponen tersebut termasuk pembangkit listrik tenaga nuklir dengan daya gabung 500 megawatt (MW), yaitu 250 MW untuk Pulau Sumatera dan 250 MW lagi untuk Kalimantan tahun 2032-2033. Tambahannya, dokumen strategis ini juga mengestimasikan adanya pertambahan kapasitas pembangkit bertenaga batubara senilai 6,3 GW serta gas alam 10,3 GW, jumlah ini menyumbang sekitar 24% dari keseluruhan tambahan kapabilitas pembangkit.

“Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) perlu direvisi sesuai dengan konsep industrialisasi berkelanjutan atau green industry, dimana industri energi terbarukan harus menjadi prioritas utama guna memacu kemajuan industri manufaktur Indonesia yang telah stagnan sejak awal tahun 2000-an. Fokus bisa diberikan kepada pembangunan industri supply chain panel surya, baterai, serta kendaraan listrik yang nantinya bakal mendukung pertumbuhan ekonomi dan menciptakan lebih banyak lapangan pekerjaan,” ungkapnya.

Setuju dengan itu, Direktur Eksekutif Centre for Economics and Law Studies (Celsos), Bhima Yudhistira menyatakan bahwa Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik 2025-2034 cenderung mendukung sektor energi fosil seperti batubara dan gas. Hal ini dapat membatasi perkembangan investasi pada sumber daya energi terbarukan di tanah air.

Investor serta dana untuk sektor energi terbarukan dan pengembangan sistem transmisi akan kebingungan akibat RUPTL ini, karena pemerintahan belum menetapkan target perubahan energi yang besar. Sebagai contoh, jika mereka berencana mendirikan industri komponen lokal seperti panel surya dan baterai, namun strategi pemerintah tetap fokus pada proyek pembangkit listrik tenaga batu bara dan teknologi biaya tinggi. Ketidaktentuan soal investasi tersebut dapat mengakibatkan penurunan daya saing Indonesia,” jelas Bhima.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *