Menunggu Keputusan BI Rate: Apakah Akan Turun atau Tetap di 5,75%?

Menunggu Keputusan BI Rate: Apakah Akan Turun atau Tetap di 5,75%?

Bank Indonesia (BI) siap untuk merilis tingkat suku bunga dasar atau BI Rate berdasarkan putusan Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada hari ini, Rabu (21/5). Salah satu faktor kunci yang diketahui mempengaruhi keputusan tersebut adalah stabilitas nilai tukar rupiah.

Pada saat ini, tingkat suku bunga Bank Indonesia ditempatkan pada angka 5,75 persen. Menurut ekonom dari CORE Indonesia, Yusuf Rendy Manilet, pelemahan nilai tukar rupiah baru-baru ini telah mempersempit ruang untuk melakukan penurunan suku bunga. Akibatnya, langkah yang kemungkinan besar akan dipilih adalah tetap menjaga tingkat suku bunga seperti sedia kala.

“Dalam situasi semacam itu, menurut Yusuf menyampaikan bahwa BI cenderung memprioritaskan kestabilan nilai tukar serta merawat pandangan pasar tentang daya tahannya perekonomian dalam negeri,” katanya kepada


, Rabu (21/5).

Menurut dia, Bank Indonesia bakal tetap mengawasi dengan teliti perubahan baik di skala internasional maupun lokal. Walaupun tingkat inflasi nasional berada dalam batas yang ditargetkan dan relatif rendah, menurut Yusuf, kondisi tersebut belum cukup penting buat BI supaya merendahkan tarif pinjaman.

Yusuf menyadari bahwa BI tetap waspada dan bertumpu pada menjaga kestabilan ekonomi makro, khususnya mengingat ketidakpastian global yang belum mereda.

“Berbagai tekanan eksternal seperti kecenderungan siklus suku bunga Federal Reserve yang masih belum sepenuhnya bersifat dovish, penurunan laju perekonomian China, dan kemungkinan adanya gonjang-ganjing di pasar finansial dunia merupakan faktor penting,” jelas Yusuf.

Ekonom dari CELIOS, Nailul Huda, meramalkan bahwa Bank Indonesia (BI) pada rapat dewasinya kali ini kemungkinan besar akan tetap memelihara tingkat suku bunganya. Menurut Nailul, fokus utama BI sekarang adalah menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.

“Kecemasan saat meningkatkan tingkat suku bunga adalah pelemahan nilai tukar, oleh karena itu Bank Indonesia perlu melakukan intervensi lebih besar di pasaran valuta asing. Meski terdapat ruang untuk pengurangan suku bunga dari segi inflasi, namun dari sudut pandang moneter hal tersebut tidak begitu mendukung,” jelasnya.

Namun begitu, Nailul tetap optimis bahwa ada kemungkinan pengurangan tingkat suku bunga akan terwujud. Ini bertujuan untuk memungkinkan sektor nyata terus berkembang meskipun menghadapi ketidakstabilan ekonomi dunia.

“Tetapi saya berharap terjadi pengurangan dalam tingkat suku bunga dasar agar dapat mendorong sektor nyata. Dengan begitu, peluang penyerapan tenaga kerja akan menjadi lebih besar,” ujar Nailul.

Direktur Eksekutif CORE Indonesia, Mohammad Faisal menilai bahwa alasannya Bank Indonesia tetap memelihara tingkat suku bunganya adalah untuk mengamati keadaan yang sedang berlangsung.

Walaupun demikian, ia pun mengakui adanya keperluan untuk memacu pertumbuhan ekonomi dalam negeri. Karena perkiraan pertumbuhan ekonomi pada tahun ini berada di bawah 5%, tepatnya sekitar 4,7%.

Lebih dari itu, konsumsi di dalam negeri, pengeluaran keluarga, belanja pemerintah, serta investasi semua menunjukkan penurunan, yang menyebabkan adanya keperluan untuk menerapkan relaksasi moneter dan juga relaksasi fiskal.

 

Namun di sisi lain, terdapat pula tekanan global yang semakin meningkat, seperti perang dagang yang mempengaruhi perdagangan luar negeri, investasi, serta pelemahan nilai tukar mata uang. Hal ini dipicu oleh arus tendensi tersebut.
capital outflow
atau
capital flow
Ke depannya, volatilitas nilai tukar tersebut dipicu oleh aliran dana asing dari negara-negara pasar berkembang ini.

Penurunan nilai tukar rupiah dibandingkan dengan mata uang negara lain dianggap sebagai salah satu yang terbesar. Oleh karena itu, Faisal berpendapat bahwa pengurangan tingkat suku bunga perlu dilakukan guna mencapai stabilitas nilai tukar.

“Meskipun diperlukan penurunan tingkat suku bunga guna menggerakkan ekonomi dalam negeri, namun kita harus juga mempertimbangkan pengaruhnya pada nilai tukar rupiah. Oleh karena itu, kemungkinan besar suku bunga tersebut masih akan dijaga,” jelas Faisal.

Mengenai kemungkinan pengurangan tingkat suku bunga, Kepala Ekonom dari Bank Permata Josua Pardede menduga bahwa BI akan mengurangi suku bunga sebanyak 25 point basis menjadi 5,50 persen pada hari ini.

Estimasi tersebut didukung oleh gabungan dari elemen-elemen lokal maupun global. Secara internal, tingkat inflasi masih dikuasai dengan baik sampai bulan April tahun 2025, mencatatkan angka 1,95% secara tahun-ke-tahun (year-on-year/yoy), yang mana hal itu masuk ke dalam batasan sasarannya yaitu antara 1,5% hingga 3,5%. Pengurangan suku bunga dapat pula menjadi tanggapan untuk perlambatan perkembangan ekonomi Indonesia pada Triwulan Pertama tahun 2025.

“Langkah ini menciptakan area yang luas bagi kebijakan moneter yang lebih fleksibel. Di samping itu, perkembangan perekonomian Indonesia di semester awal tahun 2025 menurun hingga 4,87 persen secara yearly, oleh karena itu diperlukan pengendapan monetari guna mendorong permintaan total,” jelas Josua.

Penurunan suku bunga berdasarkan pandangan Josua dapat dipengaruhi oleh perbaikan situasi global. Ini tercermin dalam diskusi perdagangan antara Amerika Serikat (AS) dan Cina yang telah mencapai kesepakatan untuk meredakan bea masuk. Tarif balas dendam diturunkan dari lebih dari 100% ke sekitar 30% untuk produk asal China dan dari 10% menjadi nol untuk komoditas dari AS selama masa transisi 90 hari.

Di luar itu, data inflasi Amerika Serikat yang mencakup aspek supply dan demand juga mengindikasikan pola penurunan, mendukung klaim bahwa Federal Reserve akan mulai mereduce tingkat suku bunga acuan mereka. Fenomena tersebut menjadi katalisator bagi suasana optimisme dalam lingkungan finansial dunia, sehingga mendorong arus dana masuk ke berbagai pasar negara berkembang seperti Indonesia.

“Di masa mendatang, apabila ketidakpastian global berkurang dan kondisi luar negeri semakin membaik, kita mengharapkan ada perubahan strategis pada pendekatan kebijakan Bank Indonesia, yaitu beralih dari fokus stabilitas saat ini menuju suatu kerangka yang lebih mendorong pertumbuhan,” jelas Josua.

Mengenai rupiah, Josua mencatat bahwa mata uang ini telah memperlihatkan penguatan sejak tanggal 16 Mei 2025, dengan tingkat pertukaran menjadi kurang dari Rp 16.500 untuk setiap USD. Dia pun menilai ada peluang bagi suku bunga Bank Indonesia untuk terus diturunkan hingga akhir tahun tersebut.

“Akhirnya, kami mengamati adanya potensi pengurangan suku bunga hingga 25 basis poin lagi dalam rentang waktu tersisa di tahun 2025 ini, dengan demikian bisa mendorong tingkat suku bunga BI turun ke angka 5,25 persen,” jelas Josua.

Sebelumnya, Chief Economist Bank Mandiri, Andry Asmoro, menyatakan bahwa BI mungkin akan menurunkan suku bunga acuan sebanyak 25 basis poin dari angka 5,75 persen hingga ke 5,5 persen dalam bulan ini. Terlebih lagi, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS kini tampak stabil.

Kemungkinan tercepat adalah jika nilai tukar rupiah cenderung stabil, maka akan ada peluang untuk pengurangan tingkat suku bunga acuan sebesar 25 basis poin pada Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia yang berlangsung bulan ini. Ini artinya penyesuaikan dari 5,75% menjadi 5,5%.,” ungkap Andry saat menyampaikan pandangan ekonomi Mandiri Outlook Kuartal II Tahun 2025 dengan tema Membangun Ketahanan Di tengah Gangguan Global di Jakarta, pada hari Senin tanggal 19 Mei.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *