Biro Jasa Trevel Haji dan Umrah – Pengertian haji secara istilah ialah sengaja bertandang ke Baitullah, di Makkah untuk lakukan beribadah di saat dan langkah tertentu dan dilaksanakan dengan teratur. Haji sebagai rukun Islam ke 5 yang harus dikerjakan. Karena itu, semua umat Islam harus pahaminya.
Beberapa macam haji dipisah berdasar waktu realisasinya. Ini karena tiap jemaah terdiri jadi kelompok-kelompok terbang. Ada yang tiba lebih dulu, ada yang tiba bersisihan pada bulan Zulhijjah. Waktu penerapan ini yang membandingkan haji dengan umroh. Jika umroh dapat kapan saja tanpa ikatan waktu, sedang haji harus ditangani pada bulan Syawal, Zulqaidah dan Zulhijjah.
Umroh sendiri sebagai beribadah sunah yang mempunyai banyak kelebihan. Berkaitan penerapan, ada yang kerjakan umrah lebih dulu baru haji, ada yang kerjakan haji lebih dulu baru umroh dan ada yang berniat haji bertepatan dengan umrah. Tetapi, tidak ada ketetapan yang mengharuskan jika penerapan beribadah haji harus dipertemukan dengan beribadah umrah.
Berikut ini adalah mengenai pengertian haji.
Pengertian haji ialah ziarah Islam tahunan ke Makkah. Ini sebagai kewajiban harus untuk umat Islam dan harus dilaksanakan minimal sekali sepanjang umur oleh seluruh orang Muslim dewasa, yang yang secara fisik dan keuangan sanggup lakukan perjalanan, dan bisa memberikan dukungan keluarga mereka sepanjang ketidakberadaan mereka. Maka pemahaman haji ialah punya niat lakukan perjalanan ke Makkah.
Pengertian haji secara bahasa ialah sengaja atau ke arah. Sedang, pemahaman haji menurut istilah ialah sengaja ke tanah suci (Mekkah) untuk melaksanakan ibadah, jalankan tawaf, sa’i, dan wukuf di Arafah, atau jalankan semua ketentuan-ketentuan beribadah haji pada saat yang sudah ditetapkan dan dilaksanakan dengan teratur.
Umroh sendiri dalam syariat Islam memiliki arti bertandang ke Baitullah atau (Masjidil Haram) yang mempunyai tujuan untuk dekatkan diri pada si kuasa yaitu Allah SWT dengan penuhi semua persyaratan ketentuannya sama waktu tidak ditetapkan sama dalam beribadah haji.
Hukum Haji dan Umroh
Sesudah mengenal pemahaman haji dan umroh, kamu harus juga ketahui hukumnya dalam Islam. Haji sebagai rukun Islam yang ke-5, dan hukumnya harus dikerjakan untuk semua umat Islam yang penuhi persyaratan wajib buat melakukannya. Kewajiban melakukan haji untuk yang sanggup ini didasari pada firman Allah SWT pada QS Ali Imran ayat 98.
“Dan untuk Allah subhanahu wata’ala, harus untuk manusia untuk melakukan haji ke Baitullah.” (QS Ali Imran 98).
Untuk mereka yang memungkiri atau menghindar haji walau sebenarnya sanggup dan penuhi persyaratan, karena itu dia terhitung golongan yang berdosa.
Saat itu, hukum beribadah umroh tetap jadi pembicaraan antara beberapa ulama. Dari ayat QS Al-Baqarah 196, umat Islam diperintah untuk memperbaiki beribadah haji dan umroh untuk Allah.
“Dan sempurnakanlah beribadah haji dan umrah untuk Allah,” (QS al-Baqarah: 196).
Ada beberapa hadist yang menerangkan mengenai hukum beribadah umroh. Beberapa menyamai hukum umroh dengan haji, tapi ada juga yang menyebutkan hukum melakukan umroh ialah Sunah.
Waktu Pelaksanaan Haji dan Umroh
Tidak hanya mengetahui pemahaman haji dan umroh dan hukumnya, kamu tentu saja perlu mengenal waktu pelaksaannya yang lain. Penerapan beribadah haji dilaksanakan tiap setahun sekali dan selalu mempunyai jumlah jamaah yang banyak dan berawal dari seluruh dunia. Waktu penerapan beribadah haji terbatas diperbandingkan waktu penerapan beribadah umroh. Waktu penerapan haji hanya terbatas pada kurun waktu awalnya bulan Syawal sampai Hari Raya Idhul Adha pada bulan Dzulhijjah.
Sementara, beribadah umroh dapat dikerjakan kapan pun tanpa batas bentang waktunya, terkecuali di hari tertentu seperti hari Arafah pada 10 Zulhijah dan beberapa hari Tasyrik tanggal 11, 12, 13 Zulhijah. Syekh Muhammad Nawawi al-Bantani berbicara:
“Dan waktu, waktu dalam haji ialah dimulai dari permulaan bulan Syawal sampai fajar hari raya Idul adha (Yaumu al-nahr) dan umrah dapat dilaksanakan di selama setahun.”
(Abu Abdil Mu’ti Muhammad Nawawi Bin Umar al-Jawi al-Bantani, Nihayah al-Zain, al-Haromain, hal. 201).
Rukun dan Kewajiban Beribadah Haji dan Umroh
Rukun Haji dan Umroh
Rukun dalam beribadah jadi pemasti keaslian beribadah yang dilaksanakan. Hal itu berlaku untuk beribadah haji dan umroh. Rukun dalam beribadah haji dan umroh memiliki sifat gagal jika tidak dilaksanakan dan tidak dapat ditukar dengan denda. Sama seperti yang dijumpai, ada lima rukun dalam haji yakni niat ihram, wuquf di Padang Arafah, tawaf, sa’i, dan menggunting rambut.
Kelima rukun ini harus dilaksanakan semuanya buat penuhi keaslian beribadah haji yang dilaksanakan. Bila tidak dapat melakukan semua rukun haji ini karena satu dan lain perihal, karena itu nilai beribadah haji akan menyusut. Syekh Abdullah Abdurrahman Bafadhal al-Hadlrami berbicara:
“Rukun-rukun haji ada lima, yakni niat ihram, wuquf di Arafah, tawaf, sa’i dan memotong rambut. Dan rukun-rukun umrah ada empat yakni ihram, tawaf, sa’i dan memotong rambut,” (Syeh Abdullah Abdurrahman Bafadhol al-Hadlrami, Busyra al-Karim Bi Syarhi Masa-il at-Ta’lim Ala al-Muqaddimah al-Hadlrasmiyah, Dar al-Fikr, juz 2, hal. 55).
Untuk rukun umroh, yakni niat ihram, tawaf, sa’i, dan menggunting rambut. Ketidaksamaan haji dan umroh hanya wuquf di Padang Arafah yang cuman dikerjakan oleh Jamaah haji saja. Jamaah umroh tidak lakukan wuquf di Padang Arafah.
Kewajiban Beribadah Haji dan Umroh
Pada haji dan umroh, Jamaah harus jalankan rangkaian ritus manasik, yang jika ditinggal tidak menggagalkan beribadah, tetapi harus ditukar dengan denda. Kewajiban beribadah haji ada lima, yakni niat ihram dari miqat, batasan tempat yang sudah ditetapkan sesuai asal daerah Jamaah, bermalam di Muzdalifah, bermalam di Mina, tawaf wada’ atau perpisahan, dan melemparkan jumrah. Syekh Zainuddin Abdul Aziz al-Malibari berbicara:
“Kewajiban-kewajiban haji yakni ihram dari miqat, bermalam di Muzdalifah dan Mina, tawaf wada’ dan melemparkan batu,” (Syekh Zainuddin Abdul Aziz al-Malibari, Qurrah al-Aini, al-Haramain, hal. 210).
Sedang kewajiban umroh cuman dua, yakni niat dari miqat dan menjauhi dari larangan-larangan ihram. Jumlah kewajiban yang semakin sedikit ini membuat penerapan beribadah umroh jadi lebih cepat usai dibandingkan haji. Syekh Muhammad Nawawi al-Bantani berbicara:
“Sedangkan kewajiban-kewajiban umrah ada dua yakni ihram dari miqat dan menjauhi dari larangan-larangan ihram” (Syekh Abdul Mu’ti Muhammad Nawawi Bin Umar al-Jawi al-Bantaniy, Tausyikh ‘Ala Ibni Qosim, al-Haramain, hal. 239).