
Directed by Emerald Fennell ;
Produced by Margot Robbie, Josey McNamara, Tom Ackerley, Ben Browning, Ashley Fox, Emerald Fennell ;
Written by Emerald Fennell ;
Starring Carey Mulligan, Bo Burnham, Alison Brie, Clancy Brown, Jennifer Coolidge, Laverne Cox, Connie Britton ;
Music by Anthony Willis ;
Cinematography Benjamin Kračun ;
Edited by Frédéric Thoraval Production companies, FilmNation Entertainment, LuckyChap Entertainment ;
Distributed by Focus Features
Release date January 25, 2020 (Sundance), December 25, 2020 (United States) ;
Running time 113 minutes ;
Country United States ;
Language English ;
Budget $5–16.9 million
Mau nonton drakor ? langsung kesini : nonton online drama korea
Review / Resensi :
Begitu punya baby saya emang nyaris ga punya waktu sama sekali untuk ngeblog. Ini problematika emak-emak di seluruh dunia kayaknya, yang jadi ga punya waktu untuk menjalani hobi setelah punya anak. Tapi setelah nonton Promising Young Woman, napsu nulis saya langsung muncul membuncah kembali dan saya mikir: oh saya harus nulis tentang ini! Promising Young Woman punya banyak hal yang pengen banget saya bahas, dan sayang aja kayaknya kalau ga saya keluarkan dari otak.
Mumpung saya semangat. Mumpung anak lagi tidur. Haha. Dari sini kayaknya kamu sudah dapat menyimpulkan betapa saya menyukai film ini.
Promising Young Woman mengikuti kisah cewek 30 tahun, Cassandra “Cassie” Thomas (Carey Mulligan) yang punya kegiatan menarik saat malam. Ia berpura-pura mabuk di dalam klub, memancing pria hidung belang yang hendak memanfaatkannya, lalu memberi pria-pria ini pelajaran yang layak mereka dapatkan. Hobi anehnya ini tampaknya berhubungan dengan masa lalu Cassie saat masih bersekolah di med school, yang kemudian akan kita ketahui seiring dengan pertemuan Cassie dengan kawan sekolahnya dulu Ryan Cooper (Bo Burnham).
Dekade ini tampaknya merupakan tahun-tahun yang terasa “politis” di dunia perfilman. Beberapa di antaranya antara lain: kritikan terhadap Oscar yang dianggap “terlalu putih” dan #MeToo movement. Isu diversity, racism, LGBT, classism, dan feminism yang dianggap isu-nya SJW ini bisa dilihat mengubah banyak hal di lanskap industri film Hollywood. Sampai dekade lalu tampaknya kita tidak akan mungkin melihat ada film superhero kulit hitam blockbuster.
Tapi ya harus diakui isu ini sebenarnya memunculkan pro-kontra, karena banyak yang merasa bahwa isu politis ini terlalu dipaksakan. Tapi sebenarnya sebagai seorang perempuan Asia, saya sih menyukai isu ini “dipaksakan”, walau kadang menghasilkan blunder-blunder seperti Ghosbuster versi perempuan (but still, I think female Ghosbuster is funny too!).
Soalnya kalau ga dipaksa begini, mungkin kita tidak akan melihat nominasi Oscar 2021 yang seberagam ini, atau mungkin tidak ada produser yang mau membiayai film dengan keturunan Asia-muslim seperti Riz Ahmed sebagai tokoh utama di Sound of Metal, Parasite menjadi film terbaik Oscar, atau mungkin film-film Hollywood yang kita tonton selamanya akan tentang perspektif lelaki kulit putih.
Promising Young Woman spesial di mata saya karena dua hal. Pertama, isu feminis yang ia bawa. Semangat feminis dengan mengedepankan isu rentannya kasus pelecehan seksual & pemerkosaan ini tampaknya yang memang kemudian membuat Promising Young Woman juga dibicarakan oleh banyak orang dan masuk ke banyak daftar penghargaan, termasuk nominasi Oscar.
Saya tahu isu ini tidak seksi bagi sebagian besar lelaki, sehingga mungkin ini yang menyebabkan film ini jadi ga terlalu populer (walau bisa jadi emang marketingnya aja yang kurang). Lalu kedua, tapi bahkan kalaupun kamu mengabaikan agenda politisnya, kamu tetap bisa menikmati film ini sebagai sebuah sajian thriller-romantis (iya romantis!) yang menarik.
Mari kita review singkat dulu aspek-aspek teknisnya. Pertama, saya menyukai film ini seolah-olah meleburkan dua genre jadi satu. As a “revenge-movie”, unsur thriller dalam film ini cukup terasa di awal-awal film. Sehingga saya ga nyangka bahwa kemudian film ini bisa terasa sedemikian romantis. Baper donk saya scene di apotek pas Cassie dan Ryan nari-nari dengerin Stars are Blind-nya Paris Hilton. Dalam menampilkan dua karakter yang berbeda (Cassie yang menakutkan dan Cassie yang sweet), Carey Mulligan jelas menunjukkan range performa akting yang menawan (Carey Mulligan ini underrated actress ga sih?). Vibenya sebagai cewek badass mirip dengan Rosamund Pike di Gone Girl lah. Saya juga suka bahwa film ini tampil eye-candy, dengan warna-warni pink, properti yang cantik, dan Cassie yang tampil feminim – seolah-olah film ini emang pengen embracing feminity menjadi ancaman yang sama menakutkannya dengan maskulinitas. Feels like Birds of Prey, tapi lebih ke warna-warni pastel.
Naskah yang juga dikerjakan oleh sang sutradara, Emerald Fennel, menurut saya juga solid dan rapi dalam menampilkan topik yang diangkat. Scriptnya juarak! Ada banyak sindiran-sindiran yang bisa kita temukan, kayak karakter Allison Brie yang bilang bahwa cowok pada akhirnya cuma mau sama “good girl”, atau karakter Connie Britton yang baru peduli dengan kasus kekerasan seksual jika melibatkan orang yang dicintai, atau bahkan karakter McLovin yang diperankan Christoper Mintz-Plasse yang bilang dia ga suka cewe pakai make up. Secara plot, film ini juga tidak jatuh menjadi revenge-thriller tradisional yang mungkin berjalan sesuai tebakanmu. Saya suka twist demi twist yang muncul, dari awal hingga endingnya yang…. tragis.
Kalopun ada yang kurang, menurut saya dari aspek emosional dengan sang korban aja sih. Nina Fisher, sahabat Cassie yang menjadi alasan Cassie untuk balas dendam tidak terlihat di layar. Ini jadinya bikin kita agak susah untuk nge-root dengan nasibnya, atau persahabatannya dengan Cassie.
Oke, sekarang lanjut ke analisa lebih dalamnya… yang mulai dari sini berarti review ini akan mengandung SPOILER.
MOVIE ANALYSIS (CONTAINS MAJOR SPOILER)
Di ending, kita akhirnya mengetahui bahwa Cassie menemukan video yang bisa menjadi bukti terkait pemerkosaan sahabatnya. Namun, dari video itu dia juga tahu bahwa ternyata kekasihnya, Ryan, hadir sebagai saksi mata pada kejadian tersebut dan ga melakukan apa-apa (malah si Ryan ikut ketawa). Cassie pun ngonfrontir si Ryan, minta alamat si Al ngadain Bachelor Party dan datang ke acara tersebut dengan misi balas dendam sambil berdandan ala Harley Quinn kalo jadi perawat.
Tapi saat menjalani misi balas dendamnya, Cassie malah mati terbunuh. Tidak lama kemudian ternyata Cassie sudah menyiapkan back-up plannya, mengirimkan video bukti tersebut dan menunjukkan dimana posisi ia terakhir sebelum menghilang. Si Al pun tertangkap, dan Ryan yang hadir dalam acara tersebut menerima pesan “spesial” dari Cassie.
Ending Promising Young Woman ini menghasilkan pro kontra. Banyak yang ga suka dengan endingnya dengan berbagai alasan: endingnya over-the-top, jatuh menyudutkan lelaki, atau simply karena ga terima aja Cassie-nya dibikin mati. Tapi saya sendiri sebaliknya, saya ngerasa suka dengan ending yang dipilih oleh Flennel ini.
Mereka yang ga suka dengan endingnya saya rasa kurang paham dengan gagasan besar yang coba diusung Flennel. Saya punya opini tertentu setelah nonton film ini, dan habis baca interview Flennel di Bazaar makin menegaskan opini yang saya pikirkan.
ISU PEMERKOSAAN & PELECEHAN SEKSUAL
Salah satu gagasan utama film ini -yang mungkin bisa kita sepakati bersama- saya rasa adalah betapa tidak adilnya kasus pemerkosaan dan pelecehan seksual yang menimpa perempuan. Sebenarnya saya setuju sih bahwa kasus semacam ini sulit untuk dibuktikan, dan berpotensi menjadi semacam “witch-hunter” bagi para lelaki, tapi kita juga ga bisa memungkiri bahwa kasus ini juga begitu rentan.
Pemerkosaan atau pelecehan seksual adalah kasus-kasus dimana “bagaimana kondisi korban” punya pengaruh terhadap perspektif publik. Entah bagaimana perempuan yang mabuk artinya bisa diajak ke tempat tidur, atau perempuan yang pake baju seksi artinya minta dilecehkan.
Hal ini saya rasa ga ada pada kasus lain semacam pencurian atau pembunuhan, jarang banget kita nyalahkan korban karena korban “mengundang” untuk dicuri dan dibunuh.
Saya rasa film ini juga ingin nunjukin betapa consent itu begitu ambigu untuk dimengerti sebagian lelaki (dan lelaki perlu tahu bahwa mungkin secara evolusi perempuan tampil seksi itu memang untuk menggoda lelaki, tapi lelaki yang perempuan itu mau aja.
Bukan semua lelaki. Dan dengan cara yang perempuan itu mau!). Itulah kemudian yang dilakukan Cassie dengan pura-pura mabuk, lalu memberikan layanan “edukasi” gratis kepada para predator seksual. Cassie be like: Bro, situ kalo mau have sex pastiin lawan mainnya beneran sadar dan mau.