'Tanpa Fasilitas yang Memadai, Pelatihan Dokter Umum untuk Operasi Caesar Dipertanyakan'

‘Tanpa Fasilitas yang Memadai, Pelatihan Dokter Umum untuk Operasi Caesar Dipertanyakan’


Kementerian Kesehatan merancang peraturan baru yang akan mengizinkan dokter umum—khususnya mereka yang bertugas di daerah-daerah terpencil, tertinggal, atau terluar—melakukan prosedur Caesar.

Ikatan Dokter Indonesia menyokong ide tersebut, tetapi asosiasi dokter kandungan dan ginekologi mengatakan bahwa rencana itu berisiko membahayakan.

Namun, apa pendapat para dokter umum yang telah duduk di meja kelahiran? Bagaimana tanggapan mereka yang ada di garis terdepan?

Testimoni dokter keluarga dari daerah terpencil

Berpikiran khawatir, Dokter Lidwina Salim mengantarkan suami yang juga seorang dokter umum untuk memulai petualangan laut bersama seorang wanita hamil yang harus melahirkan sesegera mungkin. Wanita tersebut memiliki postur tubuh kecil.

“Janinnya cukup besar. Ada risiko pula jika bersalin secara normal,” ungkap dokter Lidwina, merujuk pada masa ketika ia dan suami melayani di Kabupaten Asmat, Papua, antara tahun 1992 hingga 1995.

Beragam metode telah dicoba untuk memastikan bahwa sang bayi lahir pada hari perkiraan kelahirannya.

“Telah diupayakan pula untuk divakumkan, namun tetap gagal,” ujarnya.

Oleh sebab kondisi kesehatan sang ibu makin memprihatinkan, serta fasilitas bersalinnya sangat terbatas, tidak ada opsi lain: sang ibu perlu direferensikan ke rumah sakit rujukan yang lebih besar.

Dokter Lidwina berada di Puskesmas Kamur, yang ada di Desa Bayun, Distrik Pantai Kasuari. Tempat tersebut cukup terpencil dan jauh dari pusat kabupaten Asmat, yakni Agats.

Pelayaran dari lokasi tugas menuju Agats menggunakan kapal memerlukan satu drum solar untuk bahan bakar.

Saat itu harga seliter minyak tanah adalah Rp1.000.

Saat itu, untuk membandingkan, harga bensin jenis premium adalah sebesar Rp550.

“Wisata selama tiga jam. Hanya saja jika kondisi lautan mendukung,” katanya.

Namun sayangnya, pada hari tersebut angin timur bertiup sangat kuat.

“Maka ketika jatuh-jatung di lautan, bayi mungkin dapat dilahirkan tetapi tidak akan bertahan hidup cukup lama,” katanya.

Ibu itu aman tetapi bayi yang dikandungnya tidak.

Hasilnya bisa jadi berbeda apabila rumah sakit tersebut memiliki peralatan dan perlengkapan memadai serta staf medis yang terlatih dalam melakukan operasi Caesar.

“Pada saat itu tak ada pilihan lain, kami terpaksa mengacu,” ungkap dokter Lidwina.

Menurut dia, di Papua, masalahnya tidak sebatas pada penyediaan dokter spesialis atau dokter umum yang mampu melaksanakan operasi Caesar di meja bersalin.

Alasan di balik kematian seorang ibu ketika bersalin dapat sungguh rumit.

Sebelum adanya fasilitas kesehatan, menurut Dokter Lidwina, masih terdapat banyak ibu yang bersalin di dalam hutan.

Pada waktu itu budaya memang demikian.

Lain lagi faktornya, menurut dia, adalah malaria.

Malaria cukup berbahaya di Asmat sehingga sering menyebabkan komplikasi.

Selanjutnya terdapat masalah gizi serta berbagai gangguan kesehatan lainnya. Banyak wanita yang mengalami persalinan dalam keadaan anemia cukup parah.

Hanya sesekali Hb 5 yang baru lahir.

Tingkat hemoglobin (Hb) 5g/dL sangat rendah dan membahayakan, menandakan adanya anemia parah yang mengharuskan penanganan medis darurat.

Kadar hemoglobin normal untuk wanita dewasa berkisar antara 12 sampai 16 g/dL, sedangkan untuk pria dewasa berada di rentang 14 hingga 18 g/dL.

Masalah akses dan persetujuan keluarga

Dr. Jeanne Rini Poespoprodjo dilahirkan dan tumbuh hingga menyelesaikan pendidikannya yang tinggi di Bandung, Jawa Barat.

Namun sejak tahun 1990, ia merasa dipanggil untuk berkiprah di Papua sampai saat ini.

Dokter Rini tidak mengingat bantuan pada kelahiran pertamanya, tetapi dia sangat memperhatikan bahwa dirinya telah membantu dalam proses persalinan seorang bayi prematur usia 28 minggu.

Bayi yang dilahirkan secara prematur memiliki berat sekitar 750 gram.

Menurut mereka, bayi tersebut harus segera dirawat di unit NICU Rumah Sakit Rujukan.

Namun, mengakses rumah sakit di kabupaten itu susah: harus menyebrangi dua Sungai menggunakan perahu dan pelayanannya tidak selalu ada setiap saat.

Kelompok keluarga menolak membawa bayi itu ke rumah sakit rujukan dikarenakan masih terdapat balita lainnya yang perlu penanganan mereka.

Karena itu, sang bayi ditangani di Puskesmas dengan fasilitas terbatas. Si bayi meninggal dunia, namun ibunya kini dalam keadaan sehat.

Masalah di Papua seperti yang dialami dokter Lidwina dan dokter Rini tetap menjadi tantangan besar sampai saat ini.

Saya bekerja di Puskesmas Kumbe, yang berada di Kecamatan Merauke dalam Kabupaten Merauke. Waktu tempoh dari Kumbe menuju kota Merauke biasanya memakan waktu antara enam sampai delapan jam, mencakup juga durasi menunggu kapal feri untuk melintasi sungai.

Bila terdapat kondisi gawat dalam bidang obstetri yang mengharuskan intervensi
sectio caesaria
“(SC) darurat, sehingga tentu saja tidak bisa langsung ditangani,” jelas dokter Rini.

Testimoni dari dokter spesialis mata yang menolong proses persalinan sang ibu

Dokter Thedius Watu telah menangani berbagai macam penyakit dan kelainan pada mata.

Ia merupakan ahli mata di Rumah Sakit Umum Daerah dr. T. C. Hillers Maumere, serta dua klinik lainnya.

Menurutnya, hal itu merupakan pemanggilan hati karena di wilayah Sikka, Nusa Tenggara Timur, tidak terdapat satupun pelayanan khusus untuk mata ketika dirinya masih berprofesi sebagai dokter umum.

Ketika ia masih seorang dokter umum, dia telah menangani berbagai macam penyakit dan masalah kesehatan di Puskesmas Watubaing, Kecamatan Talibura, Kabupaten Sikka, antara tahun 2011 hingga 2013.

Satu dari tantangannya adalah merawat pasien bersalin. Di daerah terpencil, Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) punya masalah umum seperti kurangnya staf, suplai obat, serta perlengkapan medis.

“Drama tersebut terjadi saat mereka berusaha menstabilkan pasien yang sedang berdarah hebat sepanjang perjalanannya dari Puskesmas menuju Rumah Sakit,” ungkap Dokter Thedius mengenangkan insiden tahun 2012.

Sambil merasa khawatir menunggu di dalam ambulan selama sekitar tiga jam, akhirnya mereka sampai tepat pada waktunya ke rumah sakit dan pasien pun berhasil diselamatkan.

Menurutnya, operasi caesar merupakan suatu hal yang rumit.

“Dokter
obgyn
Hanya saja, masa studinya setidaknya empat tahun. Ini tidak secepat yang dibayangkan. Begitu pula dengan proses jalannya operasi Caesar; ini pun tak serumit yang terlihat.

Mengenai rencana pemerintah yang bertujuan melatih dokter umum serta menyediakan peraturan supaya dapat menjalankan prosedur Caesar demi mendukung kesejahteraan ibu dan anak, ia berpendapat bahwa hal tersebut bukanlah kebutuhan utama.

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut. Apakah masalah yang dihadapi hanyalah karena prosedur kelahiran Caesar?

“atau mungkin terdapat suatu sistem yang perlu dipertimbangkan dengan lebih mendalam agar dapat merespons sepenuhnya, tidak sekadar operasi caesar,” tambahnya.

Menteri Kesehatan mengusulkan agar dokter umum dapat melaksanakan prosedur Caesar.

Belakangan ini, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengusulkan gagasan memberikan pelatihan spesifik kepada dokter-dokter umum yang bertugas di daerah 3T agar mereka dapat melakukan prosedur bedah Caesar.

“Ini merupakan langkah yang kitaambil mengingat di berbagai wilayah kekurangan dokter spesialis kandungan. Para dokter umum akan menerima pelatihan operasi melahirkan sebelumnya,” jelas Budi, demikian dilansir dari
Kompas.com
pada 15 Mei lalu.

Asosiasi Dokter Indonesia (IDI) menyokong ide memberikan kewenangan pada dokter umum agar dapat melaksanakan prosedur Caesar.

Ketua Umum IDI, Slamet Budiarto, menyatakan bahwa ide tersebut boleh-boleh saja dalam situasi tertentu.

“Khusus bagi wilayah-wilayah yang sungguh-sungguh terisolasi dan benar-benar tak mungkin memiliki dokter spesialis kebidanan,” katanya sebagaimana dilaporkan
Tempo.co
pada 17 Mei.

Akan tetapi, ia memperingatkan bahwa kebijakan itu harus bersifat sementara dan hanya untuk situasi darurat.

Selain itu, dikatakannya lagi, dokter umum pun dapat diberikan pelatihan untuk melaksanakan prosedur bedah Caesar serta kemampuan dalam memberikan anestesi atau bius.

Menurut Slamet Budiarto, apa yang dijelaskan oleh Menteri Kesehatan tersebut tidak mengandung sesuatu yang istimewa.

Dia juga menunjukkan bahwa praktik semacam itu sering terjadi di berbagai negara lain yang menghadapi kekurangan tenaga medis kandungan.

Namun, Ketua Umum Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI), Yudi Mulyana Hidayat, menyatakan bahwa kebijakan tersebut berbahaya karena operasi Caesar memiliki prosedur yang rumit serta risikonya cukup besar.

Menurut dokter umum tersebut, mereka tidak memiliki keterampilan yang dibutuhkan untuk hal itu.

“Pengurangan standar keterampilan profesional dalam praktik medis bagi dokter umum adalah ide yang sungguh berbahaya,” ujar Yudi dalam pernyatannya secara resmi, tanggal 14 Mei.

Perbuatan tersebut ternyata melanggar standar keahlian internasional yang disetujui oleh WHO, WFME, RCOG, dan ACOG.

Bagaimana pendapat dokter di lokasi kejadian?

Dokter Lidwina menyatakan tidak keberatan dengan rencana tersebut.

“Pengarusan dapat diserahkan ketika benar-benar dibutuhkan, yaitu [ketika] tak ada sumber daya lainnya,” katanya.

Meskipun begitu, ia menegaskan kepentingan merancang program dengan baik untuk memastikan bahwa pelatihan dapat diarahkan secara efisien dan sesuai target guna menghindari pemborosan dana.

“Latihan mereka sepertinya lebih baik tidak disamaratakan. Jika dokter tersebut akan ditugaskan, harus diketahui terlebih dahulu bahwa penempatan-nya adalah di daerah pedesaan atau pelosok, barulah pelatihannya dimulai,” ujarnya.

Semua kemampuan itu akan sia-sia tanpa adanya peralatan yang cukup untuk melaksanakan tindakan operasi sesar.

“Bahkan jika kita mendapatkan pelatihan tetapi tidak memiliki fasilitas, itu akan sia-sia,” katanya.

Dokter Rini mengatakan bahwa memberikan wewenang pada dokter umum untuk melaksanakan operasi caesar adalah suatu beban yang sungguh besar.

Karena, melaksanakan tindakan itu memerlukan proses yang sangat rumit bagi seorang dokter untuk menanganinya.

Bahkan tidak termasuk bila prosedur anestesi pun dikerjakan oleh dokter yang sama.

Dokter Rini menyatakan bahwa dia akan sangat berhati-hati dalam pertimbangan untuk melaksanakan prosedur bedah Caesar di area perdesaan tanpa adanya bantuan staf atau sarana yang cukup.

Keliru-kelirunya, maksud baik dalam membantu tanpa didukung oleh sumber daya yang cukup justru dapat mengakibatkan dampak negatif bagi si pasien.

Tindakan SC [operasi caesarean] tidak hanya dipandang demikian
skill
dokter mampu melakukan
step by step
-Hanya dia yang harus memiliki kemampuan untuk meramalkan potensi komplikasi saat prosedur bedah sedang berlangsung. ”

Contohnya, dia menyebutkan bahwa dalam kasus perdarahan berat, harus disediakan fasilitas untuk tranfusi darah.

Di samping itu, diperlukan pula perawat berpengalaman untuk mengamati status kesehatan sang ibu dan bayi serta menyediakan layanan referensi dan transfer ke unit ICCU bila muncul kondisi darurat.

“Perlu pula adanya jaminan hukum bagi dokter umum yang menjalankan prosedur SC [operasi Caesar]” guna mencegah gugatan hukum terhadap dokter-dokter ini yang ditangani beban tersebut, ungkap dokter Rini.

Dokter Thedius menyebutkan bahwa pemerintah harus mempertimbangkan hal di luar hanya melakukan operasi caesarean untuk menyelamatkan nyawa ibu dan bayi. Menurutnya, penyelamatan tersebut membutuhkan perbaikan yang terstruktur dengan baik.

Pemimpin seharusnya merencanakan pembangunan hal-hal yang abadi dengan cara meningkatkan struktur mereka.

Sembilan bulan lamanya di dalam kandungan, bidan dari Puskesmas serta Polindes wajib memberikan pendampingan yang sungguh-sungguh dan siap menghadapi segala kemungkinan komplikasi. Selain itu, mereka juga harus mempersiapkan tenaga kerja, perlengkapan, dan fasilitas penunjangnya.

Pemerintah perlu hati-hati

Diah Saminarsih, sang founder CISDI—organisasi nirlaba yang fokus pada pengembangan sektor kesehatan—menekankan bahwa rancangan oleh pemerintah harus diperiksa dengan cermat mengenai aspek regulasi, kapabilitas, serta kelangsungan jaminan layanan kesehatan.

Secara regulasi, wewenang para dokter dikendalikan dengan cermat melalui aturan yang ditetapkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia (KKI).

Diah menyatakan bahwa memberikan pelatihan ketrampilan spesifik pada dokter umum dapat menjadi jawaban cepat ketika sumber daya sangat terbatas.

Meskipun demikian, ia berpendapat bahwa tindakan tersebut baru bisa diterima jika ada kebijakan transisi yang ketat, diiringi dengan pemantauan klinis yang cermat serta pedoman yang jelas.

“Penerapan tenaga medis yang tidak spesialis dalam melakukan prosedur bedah besar masih perlu dijadikan sebagai pengecualian, bukan standar praktik, mengingat hal ini berkaitan dengan keamanan ibu dan bayi,” jelas Diah.

Lebih baik daripada mengimplementasikan sistem baru yang belum terbukti efektivitasnya, Diah menyarankan pemerintah untuk meningkatkan sistem rujukan perawatan bersalin—including layanan transportasi kesehatan dan jaringan komunikasi di antara fasilitas tersebut.

Pihak berwenang dapat mendongkrak kualifikasi dari layanan esensial guna mendeteksinya hamil dengan resiko tinggi lebih awal, meluaskan edukasi serta penyebaran tenaga medis ahli, menambah sarana tempat pelayanan rujukan yang komprehensif, dan menyusun pedoman (SOP) dalam merespons situasi darurat dengan cara terstruktur dan selamat.

Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan di tahun 2023, jumlah dokter spesialis dalam bidang obstetri dan ginekologi hanya sebesar 0,023 untuk setiap 1.000 orang penduduk–ini masih sangat rendah dibandingkan dengan angka standar ideal yaitu 0,28 per 1.000 penduduk sesuai laporan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).

Maka dari itu, menurut Diah, penyelesaian yang berkelanjutan harus ditujukan kepada pembaruan struktural dalam bidang pendidikan, pembagian, serta pengendalian sumber daya medis, daripada hanya fokus pada pergantian wewenang untuk jangka waktu singkat.

Apa itu operasi caesar?

Operasi Caesar secara singkat dapat dijelaskan sebagai berikut (
sectio caesarea
Adalah tindakan operasi untuk mengantarkan bayi lahir melalui luka yang dibuat pada perut serta rahim sang ibu.

Langkah-langkah ini umumnya dijalankan apabila terdapat ancaman bagi sang bayi atau pun sang ibu.

Sebagai contoh, jika bayi kurang oksigen, letak janin tidak biasa, atau plasenta menghalangi rute kelahiran, panggul ibu yang sangat sempit, memiliki riwayat bedah sebelumnya, sang ibu menderita penyakit jantung atau preeklamsia parah.

Berdasarkan laporan terkini dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), pengunaan prosedur bedah Caesar semakin bertambah di seluruh dunia.

Saat ini, kira-kira satu dari setiap lima persalinan dilakukan dengan cara bedah Caesar. Diperkirakan angka tersebut akan naik menjadi 29% dari keseluruhan kelahiran pada tahun 2030.

WHO menyetujui metode ini dapat menyelamatkan hidup, namun masih memberi peringatan untuk tidak melakukan tindakan tersebut dengan asal-asalan.

Direktur Departemen Kesehatan dan Penelitian Seksual serta Reproduksi dari WHO, Dr. Ian Askew, mengatakan bahwa tidak selalu setiap prosedur Caesar yang dijalankan sekarang dibutuhkan atas dasar pertimbangan klinis.

Tindakan operasi yang tidak diperlukan dapat mengancam kesehatan sang ibu serta bayi dalam kandungan.

Beberapa bahaya yang terkait dengan prosedur Caesar termasuk risiko perdarahan berlebihan ataupun infeksi serius, periode penyembuhan yang memakan waktu lama pasca persalinan, keterlambatan saat mulai menyusui serta kurangnya interaksi langsung antara bayi dan ibu, dan peningkatan peluang masalah selama kehamilan mendatang.

Bisakah sertifikat bedah Caesar menurunkan tingkat kematian ibu?

Mochammad Wahyu Ghani dari Pusat Penelitian Kependudukan Badan Litbangnas (BRIN) menyatakan bahwa ide untuk mendidik dokter umum dalam melakukan operasi Caesar bertentangan dengan sejumlah aturan yang ada.

Sebaliknya, ia mengakui bahwa kesenjangan dalam pelayanan kesehatan di Indonesia cukup besar.

Indonesia sangat besar dan penyebaran dokternya tidak merata di setiap daerah. Bahkan di Papua belum mencapai 3.000 dokter untuk menangani lebih dari empat juta jiwa penduduk di sana.

Hal itu belum memperhitungkan kenyataan bahwa di propinsi-propinsi terbaru seperti Papua Pegunungan, Papua Selatan, dan Papua Barat Daya tidak memiliki satupun dokter spesialis obstetri dan ginekologi.

“Maka sangat berbeda persebarannya para dokter spesialis ini,” kata Ghani.

Ghani menganggap tindakan pemerintah tersebut sebagai strategi sementara guna membatasi tingkat kematiannya para wanita hamil serta anak-anak di wilayah Timur Indonesia, tempat kedua angka itu masih cukup tinggi.

Tetapi pada dasarnya, kita perlu mendukung kebijakan jangka panjang. Kementerian Kesehatan dengan program pemberdayaan dokter spesialis seharusnya dapat menutupi kurangnya staf medis yang ada di wilayah pedesaan atau terpencil.

Di Indonesia, tingkat mortalitas maternal (TMM) tetap cukup tinggi. Pada tahun 2023, rataratanya masih melebihi 100 kematian ibu untuk setiap 100.000 kelahiran, berdasarkan laporan Badan Pengelola Statistik (BPS).

Papua serta Papua Barat adalah provinsi dengan angka Kematian Ibu tertinggi, di mana terdapat 565 dan 343 kasus kematian ibu per 100 ribu kelahiran hidup untuk masing-masing wilayah tersebut.

Angka itu masih jauh dari tujuan SDGs yang ambisius, yaitu sekitar 70 untuk setiap 100.000 kelahiran hidup.

Pada dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional untuk tahun 2020-2024, pihak berwenang mengatur sasaran untuk mereduksi tingkat kematian ibu menjadi sekitar 183 kasus per 100 ribu kelahiran. Namun demikian, tujuan tersebut tidak berhasil dicapai.

Berdasarkan data dari BPS, angka rata-rata AKI adalah 189.

Apa langkah-langkah untuk mencegah kematian selama proses bersalin?

Alih-alih mengeluarkan izin, Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia menjabarkan sejumlah tindakan yang dapat diambil oleh pemerintah untuk menutup kesenjangan dalam kebutuhan spesialis obstetri dan ginekologi.

Sebagai contoh, menciptakan program pendidikan untuk dokter umum yang berkeinginan meningkatkan pemahaman mereka dalam bidang obstetri dan ginekologi; meningkatkan kemudahan akses publik ke pelayanan ahli khususnya di wilayah pedesaan, dengan cara menyediakan dorongan finansial kepada para dokter spesialis agar mau bekerja di area perbatasan, terpencil, dan tertinggal (3T).

Selanjutnya, pihak berwenang dapat mendorong aplikasi teknologi penyediaan layanan kesehatan jarak jauh guna dijadikan sarana pendampingan dan pengawasan bagi dokter umum saat terjadi keadaan darurat.

Namun tidak kalah penting pula adalah partisipasi masyarakat umum serta penghargaan terhadap kebiasaan lokal untuk mendukung persalinan, menurut Mochammad Wahyu Ghani dari Pusat Riset Kependudukan BRIN.

Di sejumlah lokasi, adat istiadat ketika kelahiran sangatlah bertolak belakang dibandingkan dengan tata cara medis modern.

Kelahiran di Papua adalah suatu kekudusan yang perlu disyukuri oleh seluruh anggota keluarganya.

“Maka tidak perlu kaget di situ awalnya mereka cenderung menjauhi orang asing, terutama tenaga medis, agar dapat mendukung proses bersalin,” katanya.

Oleh karena itu, agar dapat mengurangi tingkat kematian ibu, ia menyebutkan bahwa perlu adanya kerjasama antara petugas kesehatan dengan komunitas lokal serta penyesuaian terhadap kebiasaan yang sudah ada.

“Hasil penelitian kita di Kabupaten Tambrauw, khususnya di Sausapor, Papua Barat—which we visited in 2019—menunjukkan bahwa jumlah dokter umum yang merupakan pegawai negeri sipil hanyalah seorang.”
Note: I preserved “Papua Barat—which we visited in 2019—” as it was originally written since it appears to be partially in English.

Dengan batasan tersebut, sering kali petugas kesehatan bekerja sama dengan dukun bayi yang direkrut untuk menjadi penyuluh kesehatan setempat.

Sebelum mencapai tahap persalinan, beberapa tugas vital perlu diselesaikan untuk mencegah kematian pada ibu melahirkan. Menjaga kondisi kesehatan sang ibu serta janin harus diawasi dengan rutin.

Menurut dokter Lidwina, tingkat mortalitas maternal dapat dikurangi melalui pemeriksaan awal tersebut.

Bagaimana cara agar para bunda tersebut menjalani pemeriksaan kehamilan secara rutin? Selain itu, petugas kesehatan harus melaksanakan pemeriksaan kehamilannya dengan teliti, sehingga permasalahan-permasalahan dapat diketahui sejak awal.

Yang tak kalah penting, menurut dokter Rini, adalah masalah transportasi untuk mencapai pelayanan kesehatan.

Di Papua, di mana ia telah mendedikasikan diri selama lebih dari 30 tahun, akses terhadap layanan kesehatan tetap menjadi tantangan yang besar.

“Mengarungi sungai dengan perahu, berjalan kaki selama berjam-jam, atau bahkan beberapa hari, hingga pasien yang sedang sakit harus menguras banyak tenaga untuk bisa sampai ke Puskesmas,” demikian dia menutup pembicaraan tersebut.

Wartawan Arnold Welianto dari Sikka memberikan kontribusinya dalam peliputan kali ini.

  • Cerita tentang Dr. Lo yang telah memberikan pelayanan kesehatan gratis kepada penduduk miskin di Solo selama bertahun-tahun.
  • Dari ukuran pakaian hingga ‘stetoskop tak ilmiah’ – Apa sajakah pernyataan dan keputusan kontroversial Menteri Kesehatan Budi Gunadi?
  • Testimoni dari seorang calon dokter spesialis yang pernah mencoba mengakhiri hidupnya – ‘Pembullyan dibenarkan demi pendidikan kesehatan mental’
  • Mulai dari ukuran pakaian hingga ‘stetoskop tak berdasar’ – Apa sajakah pernyataan dan keputusan kontroversial Menteri Kesehatan Budi Gunadi?
  • Mengapa wanita memiliki risiko yang lebih tinggi untuk meninggal saat dioperasi oleh dokter pria?
  • Para dokter bedah berusaha membersihkan rumah sakit yang kotor untuk mengurangi tingkat mortalitas.
  • Penyerahan dokter ahli ke Timur Indonesia berkurang secara signifikan: ‘Tidak perlu ada rumah sakit’
  • ‘Bidan serbaguna’, jawaban untuk permasalahan kesehatan anak dan ibu di daerah terpencil?
  • Kematian petugas kesehatan di Indonesia karena Covid-19 adalah yang tertinggi di Asia. Apa dampak yang akan kita alami di kemudian hari?
  • Di Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur, tidak tersedia dokter anestesi. Akibatnya, seorang ibu dan bayi dalam kandungannya meninggal di rumah sakit tersebut.
  • Testimoni dari seorang kandidat dokter spesialis yang pernah mencoba mengakhiri hidupnya – “Pembullyan dibenarkan demi pendidikan kejiwaan”
  • Cerita tentang Dr. Lo yang telah menggratiskan layanan kesehatannya bagi penduduk kurang mampu di Solo selama bertahun-tahun.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *